Selasa, 04 Desember 2012
Takut Melahirkan Bikin Persalinan Lebih Lama
KOMPAS.com - Wanita cenderung takut bila membayangkan tentang proses melahirkan. Film dan acara TV yang menawarkan skenario terburuk saat melahirkan, ditambah cerita horor betapa menyakitkannya melahirkan anak, berlimpah jumlahnya. Cerita-cerita yang hanya berfokus pada rasa sakit saat bersalin tersebut pasti menambah rasa takut, dan memperburuk kondisi calon ibu dalam menghadapi masa persalinannya. Bila ini terjadi pada Anda, coba simak hasil studi terbaru ini: wanita hamil yang takut melahirkan ternyata malah menghabiskan lebih banyak waktu dan energi saat bersalin, dibandingkan yang tidak merasakan takut secara berlebihan.
Dalam studi yang dipublikasikan oleh BJOG: An International Journal of Obstetrics and Gynaecology, peneliti menganalisis data dari lebih 2.206 pasien di sebuah rumah sakit di Norwegia, yang mengadakan survei tentang ketakutan dan melahirkan saat usia kandungan mereka 32 minggu. Wanita yang menunjukkan tingkat rasa takut yang tinggi, menghabiskan waktu rata-rata satu jam dan 32 menit dalam proses persalinan, dibandingkan mereka yang tidak takut.
Perbandingan durasinya adalah delapan jam dengan kontraksi setidaknya setiap tiga menit atau lebih, untuk wanita dengan rasa takut tinggi. Sedangkan wanita yang tidak terlalu takut melahirkan, menjalani persalinan sekitar enam jam dan 28 menit. Setelah menyesuaikan dengan faktor-faktor lain seperti intervensi dari pihak rumah sakit berupa epidural dan induksi, perbedaannya turun menjadi 47 menit. Akan tetapi Anda yang sudah pernah melahirkan tentu tahu bahwa 47 menit adalah waktu ekstra yang sangat panjang dalam sebuah proses persalinan.
"Takut melahirkan tampaknya menjadi isu yang penting dalam dunia kebidanan," tulis Dr Samantha Salvesen Adams dari Akershus University Hospital di University of Oslo, Norwegia. "Temuan kami tentang hubungan antara rasa takut dengan durasi melahirkan menjawab teka-teki dalam persimpangan antara ilmu psikologi dan ginekologi."
Usia responden yang mengikuti survei tersebut rata-rata 30,9 tahun, dan setengah dari mereka baru pertama kali menjadi ibu. Studi ini tidak berkorelasi antara tingkat ketakutan dengan pengalaman saat melahirkan.
"Ada sejumlah alasan mengapa rasa takut melahirkan berkembang pada wanita," kata John Thorp, Deputy Editor in Chief The Medical Journal . "Penelitian ini menunjukkan bahwa wanita dengan rasa takut melahirkan yang tinggi lebih mungkin membutuhkan intervensi dokter kandungan dan bidan. Hal ini perlu dieksplorasi lebih lanjut, sehingga dokter kandungan dan bidan dapat memberikan dukungan dan nasihat yang tepat."
Perasaan takut memicu respons alami tubuh yang dikenal dengan istilah "fight or flight" . Tanggapan ini menyebabkan aliran darah penuh dengan adrenalin. Nah, proses ini meningkatkan denyut jantung dan membuat Anda menjadi terlampau waspada. "Ini bukan kondisi ideal untuk melahirkan," jelas Ina Mei Gaskin, penulis buku Birth Matters . "Malah sebaliknya, ini adalah kondisi ideal untuk menghentikan proses melahirkan. Karena otot rangka kita berada dalam kondisi keras dan kaku ketika aliran darah kita penuh dengan adrenalin, sedangkan bayi butuh jalan keluar yang luwes."
Studi ini juga menemukan bahwa wanita yang takut melahirkan lebih sering membutuhkan alat bantu melahirkan seperti forceps (semacam penjepit untuk memegang bayi di dalam kandungan) atau instrumen lainnya, dibandingkan dengan yang tidak. Selain itu ketakutan berlebihan mengenai jalannya persalinan cenderung berakhir dengan persalinan melalui operasi caesar.
"Umumnya, durasi melahirkan yang lebih lama meningkatkan risiko melahirkan normal dengan menggunakan alat bantu, atau berakhir dengan operasi caesar," tulis Adams. "Namun, penting untuk dicatat bahwa sebagian besar wanita yang takut melahirkan akhirnya berhasil melahirkan melalui proses persalinan normal, dan operasi caesar tidak selalu harus direkomendasikan."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar